Selama Ada Kesempatan Semoga Tak Akan Ada Penyesalan...
Teringat Nasihat seorang guru dahulu kala : " berbuatlah yang terbaik sekarang karena esok kamu akan menyesal. seseorang yang sekarang mengusahakan banyak kebaikan esok dia akan menyesal kenapa dahulu tak membuat kebaikan yang banyak karena ternyata buah kebaikan itu nikmat. lalu apalah jadinya orang yang tak pernah berbuah kebakan ? tentu penyesalan dan kerugian yang berlipat ganda yang akan ia rasakan "
kira-kira itulah sepenggal kalimat yang teringat dalam memori, sebenarnya kalimat aslinya bukan seperti itu, tapi tak modif sedikit tanpa mengurangi makna nasihat.
teman, diantara kita seringkali berbicara mengenai penyesalan yang tiada berguna , misalnya "seandainya dulu ketika sekolah aku begini dan begitu, mungkin sekarang aku akan dapat melakukan ini dan itu", kita seringkali menyesali waktu yang telah berlalu, waktu yan telah memberikan kita kesempatan untuk berbuat banyak kebaikan dan kebermanfaatan untuk diri kita, namun telah kita sia-siakan sehingga membuatnya berlalu tanpa manfaat...
Allaah Ta'ala telah mengingatkan hamba-Nya mengenai masalah pentingnya menjaga waktu dalam salah satu Firman-Nya yang mulia :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).
Mengenai surat ini, sampai-sampai Imam Sya’fii-Rahimahullaahu- berkata :
لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ
”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” [Tafsir Ibnu Katsir 8/499].
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar” [Syarh Tsalatsatul Ushul]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya : “Allaah bersumpah dengan masa, yaitu siang dan malam sebagai tempat terjadinya perbuatan manusia, bahwa manusia itu rugi. Orang yang rugi adalah kebalikan dari orang yang beruntung. Tingkatan orang yang rugi bermacam-macam ; ada orang yang rugi secara mutlak yaitu orang yang rugi didunia dan akhirat. Ia tidak mendapatkan kenikmatan didunia dan berhak mendapatkan neraka jahim diakhirat. Ada yang rugi disebagian sisi saja. Karena itu Allaah menyebutkan kerugian manusia secara umum, kecuali untuk :
[1] Iman terhadap apa yang diperintahkan Allaah Ta’ala dengan beriman kepada-Nya. Dan iman tidak ada tanpa adanya ilmu. Ilmu adalah bagian dari iman yang tanpanya keimanan menjadi tidak sempurna.
[2] Amal shalih. Dan ini mencakup seluruh perbuatan baik, zahir maupun batin, yang berkaitan dengan hak-hak Allaah Ta’ala dan hak-hak hamba-Nya , yang wajib maupun yang dianjurkan
[3] Saling menasihati dengan kebenaran yang merupakan iman dan amal shalih, yakni sebagian orang menasihati sebagian yang lain dengan kebenaran, mendorong, dan menganjurkannya.
[4] Saling menasihati dalam kesabaran adalah dalam ketaatan terhadap Allaah Ta’ala, bersabar menjauhi maksiat, dan bersabar atas ketentuan-ketentuan Allaah yang menyakitkan.
Dengan dua hal pertama seseorang telah menyempurnakan dirinya sendiri, dan dengan hal kedua, seseorang telah menyempurnakan orang lain, dan dengan melengkapi ke-empat hal tersebut, seseorang terhindar dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar. ( Tafsir As-Sa’di vol 7 hal 632-633)
Kawan, telah cukuplah dalil diatas menjelaskan tentang betapa berharganya waktu. Dan betapa sangat terkaitnya antara kerugian dan melalaikan waktu. Karena waktu dapat diibaratkan sebagai uang. Seperti ketika kita dibekali uang banyak untuk membeli keperluan, namun uang tersebut malah kita pergunakan untuk membeli hal yang tidak berguna , maka keperluan kita akan terbengkalai sementara uang kita sudah habis , akhirnya kitapun merugi dan menyesal.
Catatan sejarah telah menceritrakan kepada kita , tentang manusia-manusia yang mengukir tinta emas dalah hidupnya. Tak akan pernah kita dapati seorangpun manusia yang sukses atau berutung dalam kehidupannya melainkan mereka adalah manusia yang pantang menyerah dan selalu memanfaatkan waktu.
Ah, kita masih punya harapan teman, selama hayat masih dikandung badan maka kesempatan itu akan selalu ada.
Jangan sampai esok, ketika kita melihat manusia-manusia sudah menjadi, kita akan berucap “ duhai sekiranya dulu aku begini dan begitu”
Ingatlah kawan, seorang tua yang mengalami penderitaan hidup dimasa tuanya, pasti dia melalaikan masa mudanya…
Terakhir ingin kukutip hadist ini :
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :
[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Disaat jiwa sedang dilanda kemalasan.
~Pagi yang cerah dibawah bukit Sunda ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar