Sabtu, 06 Juli 2013

MENDULANG FA’IDAH DARI SEJARAH PERANG BADAR




Catatan sejarah telah mengukir dengan indah peristiwa agung yang terjadi diawal perkembangan Islam.  Bagaimana beratnya sebuah perjuangan untuk menegakkan agama Allaah yang harus ditebus dengan harta dan darah bahkan nyawa sekalipun. Keimanan yang kuat dan kecintaan yang besar terhadap Dzat Pemilik Alam menjadikan manusia-manusia mulia itu tak kenal rasa gentar untuk menghadapi musuh , kaum musyrikin yang telah mengingkari Agama Allaah.

Peristiwa besar yang mengungkapkan betapa tangguhnya kaum muslimin kala itu, kisah kepahlawanan yang sangat langka yang mampu memporak-porandakan musuh , meski jumlah musuh tiga kali lipat dari jumlah pasukan kaum muslimin. Kisah pengorbanan dan kecintaan para Shahabat terhadap Rasulullaah yang sangat menakjubkan sehingga demi keselamatan beliau- shallallaahu ‘alaihi wasallam- mereka rela menjadikan jasad-jasad mereka sebagai tameng, bahkan sampai menjemput syahid di jalan Allaah demi melindungi Rasulullaah dan membela agama Allaah.

~ Sebab Awal Pecahnya Peperangan ~

Perang Badar merupakan perang besar pertama  yang terjadi dalam sejarah kaum muslimin. Hal ini bermula ketika Pasukan Rasulullaah yang akan menghadang kafilah dagang Abu Sufyan, yang ketika itu hendak pulang dari Syam menuju Mekkah dengan membawa seribu ekor unta yang sarat dengan muatan bernilai lebih kurang 50.000 dinar.  Kaum muslimin ingin mengambil kesempatan emas untuk memporak-porandakan perekonomian penduduk Mekah sehingga menghadang kafilah tersebut.


Rasulullaah bertolak dari Madinah dengan ikut serta bersama beliau 313 orang laki-laki. 82 orang diantaranya kaum muhajirin, dan sisanya dari kaum Anshar yaitu 61 orang dari suku Aus dan 170 orang dari suku Khazraj. Beserta kendaraan satu ekor kuda dan 70 ekor unta yang ditunggangi secara bergantian. Rasululllaah tidak melakukan persiapan khusus yang sangat matang, karena niat awal kaum muslimin adalah menghadang kafilah dagang Abu Sufyan , bukan untuk berperang.

Dilain tempat, Abu Sufyan yang bertindak sebagai penanggung jawab kafilah dagang kaum quraisy sudah sangat ekstra hati-hati dan penuh kewaspadaan terhadap serangan yang akan menghadang kafilahnya, karena dia mengetahui daerah yang akan dilewati menuju Mekah sangat rawan. Abu Sufyan mendapatkan kabar tentang pasukan Rasulullaah , dan akhirnya dia mengirim utusan kepada Kaum Qurais di Mekah untuk meminta Pertolongan dan agar mengirimkan Pasukan.

Kaum Musyrikin Mekah yang  mendengan berita bahwa kafilah dagang akan dihadang oleh pasukan Rasulullaah menjadi sangat geram. Mereka menyiapkan perbekalan dan pasukan dengan kekuatan 1300 tentara pada permulaan perjalanannnya, namun nanti akan terjadi oposisi yang menyebabkan Bani Zahrah tidak jadi ikut sehingga 300 orang pasukan pulang dan hanya tertinggal 1000 pasukan dengan komando tertinggi dipegang oleh Abu Jahal bin Hisyam sang Thogut dan pencaci maki Rasulullaah.

Kaum musyrikin keluar dari rumah-rumah mereka dalam kondisi sebagaimana yang dikabarkan oleh Firman-Nya ; “ Dengan rasa angkuh dan dengan riya kepada manusia serta mengahalngi orang dari jalan Allaah. “ (Al-Anfal : 47), mereka pergi dengan fanatisme, kemarahan dan kemurkaan terhadap Rasulullaah dan para sahabatnya Karena telah menghadang kafilah dagang mereka.

Sementara Abu Sufyan sendiri, telah berhasil mengambil jalur lain yang tidak dilewati oleh pasukan Rasulullaah, sehingga kafilah dagangnya bebas dari bahaya.  Oleh karena itu, Abu Sufyan kembali mengirimkan utusan kepada kaum Qurais agar kembali ke Mekah dan perang tida usah terjadi. Namun Abu Jahal sang musuh Allaah tetap bersikukuh dengan kedengkian dan kesombongannya karena ingin membinasakan Rasulullaah, akhirnya pasukan Mekah pun tetap bertolak menuju medan peperangan.

Pasukan kaum Muslimin mendengar hal tersebut, intelejen tentara madinah mengabarkan kepada Rasulullaah tentang pasukan dari Mekah, setelah merenungkan berita tersebut, Beliau memastikan bahwa pertempuran berdarah sudah tidak dapat lagi dihindarkan. Mengingat perkembangan yang demikian kritis , Rasulullaah melakukan rapat militer tingkat tinggi, untuk meminta pendapat para sahabat terkait hal ini. 

Sikap para komandan perang baik Abu Bakar, Umar , maupun Al-Miqdad bin ‘Amr, mereka memberikan ungkapan yang baik dan siap bertempur. Ketiga sahabat tersebut merupakan kaum Muhajirin yang menjadi minoritas dalam pasukan Rasulullaah. Sedangkan, ketika itu Rasulullaah ingin mendengar pendapat dari kaum Anshar karena merekalah pasukan mayoritas sehingga beban pertempuran ada pada pundak mereka.  Maka berdirilah Sa’ad bin Mu’adz yang merupakan pembawa panji, mengungkapkan kalimat yang menunjukkan keimanan yang kuat sehingga menentramkan hati Rasulullaah, seperti berikut ini :

“ Sungguh kami telah beriman kepadamu, lalu membenarkanmu. Kami juga telah bersaksi bahwa wahyu yang engkau bawa adalah haq dan untuk itu kami telah memberikan janji-janji setia dan kesepakatan-kesepakatan kami tersebut untuk senantiasa mendengar dan taat kepadamu. Karena itu, teruskan langkahmu sesuai apa yang engkau inginkan wahai Rasulullaah ! Demi Dzat yang mengutusmu dengan haq (kebenaran), andaikata engkau menawarkan laut ini kepada kami, lalu engkau mengarunginya, niscaya kamipun akan ikut mengarunginya bersamamu, tidak ada seorangpun dari kami yang ketinggalan dan kami tidak akan merasa segan jika engkau mengajak kami bertemu musuh esok hari. 
Sesungguhnya kami orang yang tegar dalam peperangan dan tangguh didalam pertempuran. Semoga saja, Allaah menampakkan kepadamu dari kami hal yang membuatmu senang. Maka berangkatlah bersama kami dengan keberkahan Allaah”.

Ucapan Sa’ad tersebut menjadikan senang hati Rasulullaah dan semakin besar semangatnya, beliau mengabarkan bahwa Allaah akan mendatangkan pertolongan untuk kaum muslimin,. Sehingga merekapun melanjutkan perjalanan ke medan pertempuran dengan penuh kepercayaan dan semangat juang.

~ Pelajaran berharga dari Ketundukan Sahabat terhadap Wahyu  Allaah~

Tatkala Rasulullaah menentukan posisi bala tentara , beliau mengambil posis di ‘Asya yang merupakan sumber air paling rendah di Badar. Seorang sahabat yang merupakan Ahli militer bertanya pada Rasulullaah perihal hal tersebut. “ Wahai Rasulullaah, bagaimana pendapatmu, apakah ini posisi yang ditentukan Allaah untukmu sehingga kita tidak boleh maju ataupun mundur ataukah hanya suatu pendapat (bagian dari strategi), perang dan tipudaya ? 

Beliau menjawab, “ ini hanya bagian dari strategi perang dan tipudaya”.

Dia berkata lagi,” Wahai Rasulullaah, jika demikian , ini bukanlah posisi yang tepat. Karenanya, bangkitlah bersama orang-orang hingga kita mendatangi sumber air yang paling dekat dengan pasukan Qurais, lalu kita menempatinya dan merusak sumur-sumur yang ada dibelakangnya, kemudian kita membuat telaga dan mengisinya dengan air, kemudian memerangi mereka. Dengan begitu, kita  bisa minum sementara mereka tidak bisa minum”.

Rasulullaah bersabda. “ engkau telah memberikan pendapat yang tepat”

Lihat, bagaimana besarnya adab sahabat tersebut ketika bertanya pada Nabi, apakah hal itu merupakan wahyu atau bukan ? menunjukkan kehati-hatian dan ketundukannya terhadap Wahyu Allaah. Sahabat tersebut tidak lantas mengungkapkan pendapatnya , namun terlebih dahulu bertanya. Sungguh jauh berbeda dengan sebagian kita , yang bahkan menentang sesuatu padahal dalil wahyu sudah jelas melarangnya. !!!

~ Pecahnya Pertempuran~

Penyulut api pecahnya peperangan adalah al-Aswad bin Abdul Asad al-Makzhumi seorang laki-laki sadis yang sangat congkak yang dibunuh oleh Hamzah bin Abdul Mthalib. Kematian tersebut mengobarkan api peperangan di pihak kaum Quraisy, kemudian tampillaah tiga orang penunggang kuda yang merupakan ksatria mereka yaitu Utbah, Syaibah, serta Al-Walid bin Utbah, mereka bertiga menantang duel satu lawan satu. Maka tampillah dari ksatria kaum muslimin yaitu Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah dan Ali Ibn Abi Thalib. Para ksatria Qurais mati di bunuh oleh ksatria kaum muslimin, dan ini merupakan pukulan telak pertama untuk pihak musyrikin.

Tak ayal lagi, peperangan besar akan segera pecah. Rasulullaah terus berdo’a untuk kemenangan kaum muslimin, bahkan disaat pertempuran semakin dahsyat dan hampir mencapai klimaksnya, beliau berdoa dengan sungguh-sungguh sekali sehingga pakaiannanya jatuh dari kedua pudaknya –karena beliau menengadahkan tangan dengan sangat- , melihat hal tersebut Abu Bakr membenahi pakaian beliau dan berkata. “ Cukup wahai Rasulullaah, engkau telah memohon dengan sangat kepada Rabbmu”.

Akhirnya Allaah mewahyukan kepada MalaikatNya, sebagaiman dalam FirmanNya :
“ sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman. Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan kedalam hati orang-orang kafir”. ( Al-Anfal : 12)

“sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” ( Al-Anfal : 9)

Kepastian dari Allaah akan pertolongan dan kemenangan membuat semangat semakin berkobar. Ketika itu Rasulullaah memberikan instruksi terakhir untuk melakukan serangan balik seraya berkata. “gempur”

Beliau memberikan spirit kepada pasukannya yang menunjukkan ucapan pemimpin yang sangat luar biasa, “ Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditanganNya, tidak seorangpun yang ikut memerangi mereka hari ini, lalu dia terbunuh dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala dari Allaah, menyongsong musuh dan tidak mundur melainkan Allaah memasukkannya kedama surga”.

Mendapatkan instruksi seperti itu, semangat juang kaum muslimin semakin memanas. Mereka langsung mengadakan serangan gencar yang mematahkan dan memporak-porandakan pertahanan kaum musyrikin. Mereka berperang mati-matian sementara para malaikat menolong mereka. 

Mengenai pertolongan malaikat ini, Ibnu Abbas menuturkan.” Tatkala seseorang dari kaum muslimin dengan semangat mengejar seseorang dari kaum musyrikin yang berada dihadapannya, tiba-tiba dia mendengar pukulan cemeti diatasnya dan suara penunggang kuda yang berteriak, “majulah wahai haizum”. Seketika dia melihat kearah orang musyrik yang berada dihadapannya, dan didapatinya tersungkur dalam posisi terlentang, lalu dia melihat sadang keadaan hidungnya telah ditindik dan wajahnya telah terbelah seperti kena pukulan cemeti dan seluruh tubuhnya menghijau”.

Tanda-tanda kekahalahan sudah melanda pasukan kaum musyrikin, mereka semakin lemah akibat gempuran dari kaum muslimin dan bantuan dari langit. Abu Jahal sanga Thagut dan pemimpin pasukan tetap bergeming, namun tak lama kemudian dirinya meregang maut ditangan dua orang pemuda Anshar yaitu Mua’dz bin Amr al-Jumuh dan Mu’awwidz bin Afra.

Pertempuranpun berakhir dengan kekalahan telak berada di pihak musuh. Sementara kemenangan gemilang diraih oleh kaum muslimin. Pada pertempuran tersebut, sebanyak empat belas orang syuhada dari kaum muslimin gugu, enam oeang dari kaum muhajirin dan delapan orang dari kaum Anshar. Sedangkan pihak kaum musyrikin , mereka mengalami kerugian yang amat fatal, padapertempuran itu tewas 70 orang dan 70 orang lainnya menjadi tawanan dan mayoritas mereka adalah para komandan, pemimpim, dan kesatria.

~ Kisah-Kisah Teguhnya Keimanan yang Menakjubkan ~

Didalam pertempuran tersebut, tampak kekuatan akidah dan kekokohan prinsip, dimana disana orang tua bertemu dengan anak-anak mereka, saudara berhadaoan dengan saudara sendiri perbedaan prinsi yang membuat mereka bermusuhan sehingga pedang-pedanglah yang memutusjan diantara mereka.

Diantaranya adalah, pertempuran anatara Umar Ibn Khattab yang membunuh pamannya sendiri yaitu al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah. Kekufuran adalah hal yang diperangi, meskipun memiliki tali rahim, karena persaudaraan yang sesungguhnya adalah persaudaraan diatas Islam.

Yang lebih menakjubkan adalah kisah yang terjadi pada Abu Bakr dan Abu Hudzaifah bin Utbah, pada pertempuran itu Abu Bakr menyeru kepada anaknya Abdurrahman yang ketika itu masih musyrik –seraya berkata- ,” mana hartaku wahai orang-orang busuk”
Lalu Abdurrahman berkata ,” tidak ada yang tersisa selain senjata dan kuda, dan pedang yang akan membunuh kesesatan orang tua.” Sungguh bakan kedekatan ayah dan ankpun akan menjadi hilang tatkala keimanan menjadi tolak ukurnya. 

Berbeda dengan Abu Bakr, Abu Hudzaifah justru melihat ayahnya tatkala mayatnya dibuang digalian tempat pembuangan mayat kaum musyrikin, Rasulullaah mendapati wajah Abu Hudzaifah dalam keadaan sedih dan pilu, lalu beliau berkata kepadanya, “ Wahai Abu Hudzaifah, sepertinya ada yang merasukimu berkaitan dengan ayahmu tadi,”
Dia menjawab, “ Demi Allaah, tidak wahai Rasulullaah! Aku tidak sedikitpun ragu perihal ayahku dan kematiannya, akan tetapi aku tahu bahwa ayahku adalah seorang yang mempunyai pendapat positif, lembut dan terhormat. Aku sebenarnya berharap itu semua akan membuatnya mendapatkan hidayah untuk masuk Islam. Tatkala aku melihat apa yang telah menimpanya dan mengingat kematiannya yang dalam kekufuran setelah sebelumnya aku berharap lain, maka itulah yang membuatku sedih,”

Duhai sahabat. Lihatlah betapa kokoh keimanan mereka, yang mereka sedihkan adalah perihal keislamannya bukan perihal lainnya, lalu dimana kita diantara mereka ?

````````````````````````````````````

Dalam perang ini pula membuktikan bahwa jumlah bukanlah ukuran sebuah kemenangan. Pasukan kaum musyrikin tiga kali lipat lebih banyak dari pasukan kaum muslimin. Namun berkat keimanan yang kuat, doa, harapan maka pertolongan Allaah pun datang dan kemenangan gemilang diraih oleh kaum muslimin.

Coretan ringkas yang masih memiliki kekurangan disana-sini, semoga dapat diambil manfaatnya untuk penulis dan pembaca.

Mengambil Fa’idah dari kitab Sirah Nabawiyyah karya Syaikh Shafiyurrahman Almubarakfury, Penerbit Darul Haq.

Sukabumi, 27 Sha’ban 1434 H.

1 komentar:

  1. Barakallahu fik.. Perang badar, that is the most great war in the world...

    BalasHapus