Catatan sejarah telah mengukir dengan indah peristiwa agung yang terjadi
diawal perkembangan Islam. Bagaimana beratnya
sebuah perjuangan untuk menegakkan agama Allaah yang harus ditebus dengan harta
dan darah bahkan nyawa sekalipun. Keimanan yang kuat dan kecintaan yang besar
terhadap Dzat Pemilik Alam menjadikan manusia-manusia mulia itu tak kenal rasa
gentar untuk menghadapi musuh , kaum musyrikin yang telah mengingkari Agama
Allaah.
Peristiwa besar yang mengungkapkan betapa tangguhnya kaum muslimin kala
itu, kisah kepahlawanan yang sangat langka yang mampu memporak-porandakan musuh
, meski jumlah musuh tiga kali lipat dari jumlah pasukan kaum muslimin. Kisah pengorbanan
dan kecintaan para Shahabat terhadap Rasulullaah yang sangat menakjubkan sehingga
demi keselamatan beliau- shallallaahu ‘alaihi wasallam- mereka rela menjadikan
jasad-jasad mereka sebagai tameng, bahkan sampai menjemput syahid di jalan
Allaah demi melindungi Rasulullaah dan membela agama Allaah.
~ Sebab Awal
Pecahnya Peperangan ~
Perang Badar merupakan perang besar pertama yang terjadi dalam sejarah kaum muslimin. Hal ini
bermula ketika Pasukan Rasulullaah yang akan menghadang kafilah dagang Abu
Sufyan, yang ketika itu hendak pulang dari Syam menuju Mekkah dengan membawa
seribu ekor unta yang sarat dengan muatan bernilai lebih kurang 50.000 dinar. Kaum muslimin ingin mengambil kesempatan emas
untuk memporak-porandakan perekonomian penduduk Mekah sehingga menghadang
kafilah tersebut.
Rasulullaah bertolak dari Madinah dengan ikut serta bersama beliau 313
orang laki-laki. 82 orang diantaranya kaum muhajirin, dan sisanya dari kaum
Anshar yaitu 61 orang dari suku Aus dan 170 orang dari suku Khazraj. Beserta kendaraan
satu ekor kuda dan 70 ekor unta yang ditunggangi secara bergantian. Rasululllaah
tidak melakukan persiapan khusus yang sangat matang, karena niat awal kaum
muslimin adalah menghadang kafilah dagang Abu Sufyan , bukan untuk berperang.
Dilain tempat, Abu Sufyan yang bertindak sebagai penanggung jawab
kafilah dagang kaum quraisy sudah sangat ekstra hati-hati dan penuh kewaspadaan
terhadap serangan yang akan menghadang kafilahnya, karena dia mengetahui daerah
yang akan dilewati menuju Mekah sangat rawan. Abu Sufyan mendapatkan kabar
tentang pasukan Rasulullaah , dan akhirnya dia mengirim utusan kepada Kaum
Qurais di Mekah untuk meminta Pertolongan dan agar mengirimkan Pasukan.
Kaum Musyrikin Mekah yang
mendengan berita bahwa kafilah dagang akan dihadang oleh pasukan Rasulullaah
menjadi sangat geram. Mereka menyiapkan perbekalan dan pasukan dengan kekuatan
1300 tentara pada permulaan perjalanannnya, namun nanti akan terjadi oposisi
yang menyebabkan Bani Zahrah tidak jadi ikut sehingga 300 orang pasukan pulang
dan hanya tertinggal 1000 pasukan dengan komando tertinggi dipegang oleh Abu
Jahal bin Hisyam sang Thogut dan pencaci maki Rasulullaah.
Kaum musyrikin keluar dari rumah-rumah mereka dalam kondisi sebagaimana
yang dikabarkan oleh Firman-Nya ; “ Dengan rasa angkuh dan dengan riya kepada
manusia serta mengahalngi orang dari jalan Allaah. “ (Al-Anfal : 47), mereka
pergi dengan fanatisme, kemarahan dan kemurkaan terhadap Rasulullaah dan para
sahabatnya Karena telah menghadang kafilah dagang mereka.
Sementara Abu Sufyan sendiri, telah berhasil mengambil jalur lain yang
tidak dilewati oleh pasukan Rasulullaah, sehingga kafilah dagangnya bebas dari
bahaya. Oleh karena itu, Abu Sufyan
kembali mengirimkan utusan kepada kaum Qurais agar kembali ke Mekah dan perang
tida usah terjadi. Namun Abu Jahal sang musuh Allaah tetap bersikukuh dengan
kedengkian dan kesombongannya karena ingin membinasakan Rasulullaah, akhirnya
pasukan Mekah pun tetap bertolak menuju medan peperangan.
Pasukan kaum Muslimin mendengar hal tersebut, intelejen tentara madinah
mengabarkan kepada Rasulullaah tentang pasukan dari Mekah, setelah merenungkan
berita tersebut, Beliau memastikan bahwa pertempuran berdarah sudah tidak dapat
lagi dihindarkan. Mengingat perkembangan yang demikian kritis , Rasulullaah
melakukan rapat militer tingkat tinggi, untuk meminta pendapat para sahabat
terkait hal ini.
Sikap para komandan perang baik Abu Bakar, Umar , maupun Al-Miqdad bin ‘Amr,
mereka memberikan ungkapan yang baik dan siap bertempur. Ketiga sahabat
tersebut merupakan kaum Muhajirin yang menjadi minoritas dalam pasukan
Rasulullaah. Sedangkan, ketika itu Rasulullaah ingin mendengar pendapat dari
kaum Anshar karena merekalah pasukan mayoritas sehingga beban pertempuran ada
pada pundak mereka. Maka berdirilah Sa’ad
bin Mu’adz yang merupakan pembawa panji, mengungkapkan kalimat yang menunjukkan
keimanan yang kuat sehingga menentramkan hati Rasulullaah, seperti berikut ini
:
“ Sungguh kami telah beriman kepadamu, lalu membenarkanmu. Kami juga
telah bersaksi bahwa wahyu yang engkau bawa adalah haq dan untuk itu kami telah
memberikan janji-janji setia dan kesepakatan-kesepakatan kami tersebut untuk
senantiasa mendengar dan taat kepadamu. Karena itu, teruskan langkahmu sesuai
apa yang engkau inginkan wahai Rasulullaah ! Demi Dzat yang mengutusmu dengan
haq (kebenaran), andaikata engkau menawarkan laut ini kepada kami, lalu engkau
mengarunginya, niscaya kamipun akan ikut mengarunginya bersamamu, tidak ada
seorangpun dari kami yang ketinggalan dan kami tidak akan merasa segan jika
engkau mengajak kami bertemu musuh esok hari.
Sesungguhnya kami orang yang
tegar dalam peperangan dan tangguh didalam pertempuran. Semoga saja, Allaah
menampakkan kepadamu dari kami hal yang membuatmu senang. Maka berangkatlah
bersama kami dengan keberkahan Allaah”.
Ucapan Sa’ad tersebut menjadikan senang hati Rasulullaah dan semakin
besar semangatnya, beliau mengabarkan bahwa Allaah akan mendatangkan
pertolongan untuk kaum muslimin,. Sehingga merekapun melanjutkan perjalanan ke
medan pertempuran dengan penuh kepercayaan dan semangat juang.
~ Pelajaran
berharga dari Ketundukan Sahabat terhadap Wahyu
Allaah~
Tatkala Rasulullaah menentukan posisi bala tentara , beliau mengambil
posis di ‘Asya yang merupakan sumber air paling rendah di Badar. Seorang
sahabat yang merupakan Ahli militer bertanya pada Rasulullaah perihal hal
tersebut. “ Wahai Rasulullaah, bagaimana pendapatmu, apakah ini posisi yang
ditentukan Allaah untukmu sehingga kita tidak boleh maju ataupun mundur ataukah
hanya suatu pendapat (bagian dari strategi), perang dan tipudaya ?
Beliau menjawab, “ ini hanya bagian dari strategi perang dan tipudaya”.
Dia berkata lagi,” Wahai Rasulullaah, jika demikian , ini bukanlah
posisi yang tepat. Karenanya, bangkitlah bersama orang-orang hingga kita
mendatangi sumber air yang paling dekat dengan pasukan Qurais, lalu kita
menempatinya dan merusak sumur-sumur yang ada dibelakangnya, kemudian kita
membuat telaga dan mengisinya dengan air, kemudian memerangi mereka. Dengan begitu,
kita bisa minum sementara mereka tidak
bisa minum”.
Rasulullaah bersabda. “ engkau telah memberikan pendapat yang tepat”
Lihat, bagaimana besarnya adab sahabat tersebut ketika bertanya pada
Nabi, apakah hal itu merupakan wahyu atau bukan ? menunjukkan kehati-hatian dan
ketundukannya terhadap Wahyu Allaah. Sahabat tersebut tidak lantas
mengungkapkan pendapatnya , namun terlebih dahulu bertanya. Sungguh jauh
berbeda dengan sebagian kita , yang bahkan menentang sesuatu padahal dalil
wahyu sudah jelas melarangnya. !!!
~ Pecahnya
Pertempuran~
Penyulut api pecahnya peperangan adalah al-Aswad bin Abdul Asad
al-Makzhumi seorang laki-laki sadis yang sangat congkak yang dibunuh oleh
Hamzah bin Abdul Mthalib. Kematian tersebut mengobarkan api peperangan di pihak
kaum Quraisy, kemudian tampillaah tiga orang penunggang kuda yang merupakan
ksatria mereka yaitu Utbah, Syaibah, serta Al-Walid bin Utbah, mereka bertiga
menantang duel satu lawan satu. Maka tampillah dari ksatria kaum muslimin yaitu
Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah dan Ali Ibn Abi Thalib. Para ksatria Qurais mati
di bunuh oleh ksatria kaum muslimin, dan ini merupakan pukulan telak pertama
untuk pihak musyrikin.
Tak ayal lagi, peperangan besar akan segera pecah. Rasulullaah terus
berdo’a untuk kemenangan kaum muslimin, bahkan disaat pertempuran semakin
dahsyat dan hampir mencapai klimaksnya, beliau berdoa dengan sungguh-sungguh
sekali sehingga pakaiannanya jatuh dari kedua pudaknya –karena beliau
menengadahkan tangan dengan sangat- , melihat hal tersebut Abu Bakr membenahi
pakaian beliau dan berkata. “ Cukup wahai Rasulullaah, engkau telah memohon
dengan sangat kepada Rabbmu”.
Akhirnya Allaah mewahyukan kepada MalaikatNya, sebagaiman dalam
FirmanNya :
“ sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang
yang telah beriman. Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan kedalam hati
orang-orang kafir”. ( Al-Anfal : 12)
“sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.” ( Al-Anfal : 9)
Kepastian dari Allaah akan pertolongan dan kemenangan membuat semangat
semakin berkobar. Ketika itu Rasulullaah memberikan instruksi terakhir untuk
melakukan serangan balik seraya berkata. “gempur”
Beliau memberikan spirit kepada pasukannya yang menunjukkan ucapan
pemimpin yang sangat luar biasa, “ Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada
ditanganNya, tidak seorangpun yang ikut memerangi mereka hari ini, lalu dia
terbunuh dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala dari Allaah, menyongsong
musuh dan tidak mundur melainkan Allaah memasukkannya kedama surga”.
Mendapatkan instruksi seperti itu, semangat juang kaum muslimin semakin
memanas. Mereka langsung mengadakan serangan gencar yang mematahkan dan
memporak-porandakan pertahanan kaum musyrikin. Mereka berperang mati-matian
sementara para malaikat menolong mereka.
Mengenai pertolongan malaikat ini, Ibnu Abbas menuturkan.” Tatkala
seseorang dari kaum muslimin dengan semangat mengejar seseorang dari kaum
musyrikin yang berada dihadapannya, tiba-tiba dia mendengar pukulan cemeti
diatasnya dan suara penunggang kuda yang berteriak, “majulah wahai haizum”. Seketika
dia melihat kearah orang musyrik yang berada dihadapannya, dan didapatinya
tersungkur dalam posisi terlentang, lalu dia melihat sadang keadaan hidungnya
telah ditindik dan wajahnya telah terbelah seperti kena pukulan cemeti dan
seluruh tubuhnya menghijau”.
Tanda-tanda kekahalahan sudah melanda pasukan kaum musyrikin, mereka
semakin lemah akibat gempuran dari kaum muslimin dan bantuan dari langit. Abu
Jahal sanga Thagut dan pemimpin pasukan tetap bergeming, namun tak lama
kemudian dirinya meregang maut ditangan dua orang pemuda Anshar yaitu Mua’dz
bin Amr al-Jumuh dan Mu’awwidz bin Afra.
Pertempuranpun berakhir dengan kekalahan telak berada di pihak musuh. Sementara
kemenangan gemilang diraih oleh kaum muslimin. Pada pertempuran tersebut,
sebanyak empat belas orang syuhada dari kaum muslimin gugu, enam oeang dari
kaum muhajirin dan delapan orang dari kaum Anshar. Sedangkan pihak kaum
musyrikin , mereka mengalami kerugian yang amat fatal, padapertempuran itu
tewas 70 orang dan 70 orang lainnya menjadi tawanan dan mayoritas mereka adalah
para komandan, pemimpim, dan kesatria.
~ Kisah-Kisah Teguhnya
Keimanan yang Menakjubkan ~
Didalam pertempuran tersebut, tampak
kekuatan akidah dan kekokohan prinsip, dimana disana orang tua bertemu dengan
anak-anak mereka, saudara berhadaoan dengan saudara sendiri perbedaan prinsi
yang membuat mereka bermusuhan sehingga pedang-pedanglah yang memutusjan
diantara mereka.
Diantaranya adalah, pertempuran
anatara Umar Ibn Khattab yang membunuh pamannya sendiri yaitu al-Ash bin Hisyam
bin Al-Mughirah. Kekufuran adalah hal yang diperangi, meskipun memiliki tali
rahim, karena persaudaraan yang sesungguhnya adalah persaudaraan diatas Islam.
Yang lebih menakjubkan adalah kisah
yang terjadi pada Abu Bakr dan Abu Hudzaifah bin Utbah, pada pertempuran itu
Abu Bakr menyeru kepada anaknya Abdurrahman yang ketika itu masih musyrik –seraya
berkata- ,” mana hartaku wahai orang-orang busuk”
Lalu Abdurrahman berkata ,” tidak
ada yang tersisa selain senjata dan kuda, dan pedang yang akan membunuh
kesesatan orang tua.” Sungguh bakan kedekatan ayah dan ankpun akan menjadi
hilang tatkala keimanan menjadi tolak ukurnya.
Berbeda dengan Abu Bakr, Abu
Hudzaifah justru melihat ayahnya tatkala mayatnya dibuang digalian tempat
pembuangan mayat kaum musyrikin, Rasulullaah mendapati wajah Abu Hudzaifah
dalam keadaan sedih dan pilu, lalu beliau berkata kepadanya, “ Wahai Abu
Hudzaifah, sepertinya ada yang merasukimu berkaitan dengan ayahmu tadi,”
Dia menjawab, “ Demi Allaah, tidak
wahai Rasulullaah! Aku tidak sedikitpun ragu perihal ayahku dan kematiannya,
akan tetapi aku tahu bahwa ayahku adalah seorang yang mempunyai pendapat
positif, lembut dan terhormat. Aku sebenarnya berharap itu semua akan
membuatnya mendapatkan hidayah untuk masuk Islam. Tatkala aku melihat apa yang
telah menimpanya dan mengingat kematiannya yang dalam kekufuran setelah
sebelumnya aku berharap lain, maka itulah yang membuatku sedih,”
Duhai sahabat. Lihatlah betapa
kokoh keimanan mereka, yang mereka sedihkan adalah perihal keislamannya bukan
perihal lainnya, lalu dimana kita diantara mereka ?
````````````````````````````````````
Dalam perang ini pula membuktikan
bahwa jumlah bukanlah ukuran sebuah kemenangan. Pasukan kaum musyrikin tiga
kali lipat lebih banyak dari pasukan kaum muslimin. Namun berkat keimanan yang
kuat, doa, harapan maka pertolongan Allaah pun datang dan kemenangan gemilang
diraih oleh kaum muslimin.
Coretan ringkas yang masih memiliki
kekurangan disana-sini, semoga dapat diambil manfaatnya untuk penulis dan
pembaca.
Mengambil Fa’idah dari kitab Sirah
Nabawiyyah karya Syaikh Shafiyurrahman Almubarakfury, Penerbit Darul Haq.
Sukabumi, 27 Sha’ban 1434 H.
Barakallahu fik.. Perang badar, that is the most great war in the world...
BalasHapus