FA’IDAH
DARI PAK HASAN
Bismillaahirrahmanirrahim..
Saat
sesi akhir pelajaran Bahasa Arab sore kemarin, Pak Hasan memberikan Fa’idah
tentang keajaiban 3 huruf yang kata beliau MAGIC, tapi ajaib disini bukan
berarti ketiga huruf itu biasa digunakan oleh dukun untuk jampi-jampi atau
untuk manggil lelembut.
Ketiga huruf
itu adalah ع,ل, dan م. Beliau memberikan
bagan sebagai berikut
عالم
:
semesta
علم
: ilmu
عمل
: 'Amal/perbuatan
تعليم : mengajarkan
Mengajarkan
atau ta’lim (
تعليم) ini ada dalam dua bentuk yang pertama adalah (قلم) yang artinya adalah pena yaitu kita mengajarkan dengan membuat tulisan , dan bentuk ta’lim yang kedua adalahكلام)) atau ucapan yaitu berdakwah dengan lisan, baik itu ceramah dan sebagainya.
تعليم) ini ada dalam dua bentuk yang pertama adalah (قلم) yang artinya adalah pena yaitu kita mengajarkan dengan membuat tulisan , dan bentuk ta’lim yang kedua adalahكلام)) atau ucapan yaitu berdakwah dengan lisan, baik itu ceramah dan sebagainya.
Selain itu
(
تعليم) atau mengajarkan membutuhkan (حلم) yang memiliki dua arti yang pertama yaitu sabar alias tidak mudah marah dalam proses berdakwah dan mengajarkan dan yang kedua adalah mimpi.
تعليم) atau mengajarkan membutuhkan (حلم) yang memiliki dua arti yang pertama yaitu sabar alias tidak mudah marah dalam proses berdakwah dan mengajarkan dan yang kedua adalah mimpi.
Selain
itu (
تعليم) akan berpotensi mendatangkan celaan (لوم) .
تعليم) akan berpotensi mendatangkan celaan (لوم) .
Kira-kira
itulah matan fa’idah yang diberikan pak hasan kemarin sore, yang saya coba
untuk memikirkan dan merenungkannya dan ingin saya jabarkan dengan dalil yang
saya ketahui dan fahami. Istilah kerennya saya ingin men-syarah atau memberi penjelasan (tentunya dengan penjelasan Ulama
bukan perkataan saya) perkataan diatas ,
semoga saja tidak melenceng dari apa yang dimaksudkan pemberi fa’idahnya:
----------------------------------------------------------
ABSTRAK :
Saat
pertama kali manusia terlahir kedunia dia akan melihat alam semesta (عالم) .
manusia lahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa sehingga manusia
membutuhkan ilmu (علم) dan Ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu Syar’i sehingga dengannya
kita beramal (عمل) sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah dengan femahaman Salaful
Ummah. tahapan setelah itu adalah mengajarkan (
تعليم) kepada manusia , baik dengan tulisan (قلم) seperti menulis kitab, artikel atau catatan yang berfa’idah dan juga dalam bentuk menasihati dengan lisan كلام)) atau ceramah, dll. Dalam proses mengajarkan diperlukan sikap sabar (حلم) baik dalam mendakwahkan ataupun menghadapi celaan (لوم) pihak-pihak yang hasad.
تعليم) kepada manusia , baik dengan tulisan (قلم) seperti menulis kitab, artikel atau catatan yang berfa’idah dan juga dalam bentuk menasihati dengan lisan كلام)) atau ceramah, dll. Dalam proses mengajarkan diperlukan sikap sabar (حلم) baik dalam mendakwahkan ataupun menghadapi celaan (لوم) pihak-pihak yang hasad.
Kata kunci
: Semesta, Ilmu, ‘Amal, Mengajarkan, Lisan,Pena, Sabar, Celaan.
[1] Manusia Lahir ke Alam dunia dalam
keadaan tidak tahu.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ
بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun” (QS. An Nahl [16] : 78)Allah juga mengatakan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang sesat , lalu Dia memberikan
petunjuk.” (QS. Adh Dhuha [93] : 7)Syaikh As-Sa’di menjelaskan tentang Firman Allaah diatas : “Artinya , Allaah mendapatimu (Muhammad) dalam kondisi engkau tidak mengetahui apa itu Al-Qur’an dan apa itu iman, lalu dia mengajarkanmu apa yang tidak kamu ketahui dan memberimu pertolongan untuk ‘amal dan akhlaq yang baik” ( Tafsir As-Sady jilid VII hal 597, Darul Haq)
Selain itu Firman Allah Ta’ala,
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا
الْإِيمَانُ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an)
dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (QS. Asy Syuura [42] : 52)[2] Perintah Untuk Menuntut Ilmu
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“ Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” (Hadist shahih, riwayat Ibnu Majah (no. 224) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallaahu anhu)
(علم) ilmu adalah , mengetahui secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Pengetahuan memiliki enam tingkatan :
Pertama : Al-‘Ilm yaitu, mengetahui secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakikatnya.
Kedua : Al-Jahlul Basith (kejahilan yang ringan) yaitu, tidak mengetahui sesuatu secara keseluruhan.
Ketiga : Al-Jahlul Murakkab (kejahilan yang parah) yaitu, pengetahuan terhadap suatu perkara yang berlawanan dengan hakikat sebenarnya dari sesuatu itu.
Keempat : Al-Waham yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan berlawanan yang lebih kuat.
Kelima : Asy-Syak (ragu-ragu) yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan lain yang sama kuatnya.
Keenam : Azh-Zhan (sangkaan atau mengira-ngira) yaitu, pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan berlawanan yang lebih lemah.
Dan ilmu terbagi menjadi dua : Dharuri dan Nazhari
Dharuri yaitu, pengetahuan terhadap sesuatu yang bersifat sangat mendasar dan pasti diketahui tanpa melalui penelitian, dan pembuktian dalil seperti pengetahuan bahwa api itu panas.
Sedangkan Nazhari yaitu, pengetahuan yang memerlukan penelitian dan pembuktian dalil, seperti pengetahuan tentang wajibnya niat dalam wudhu.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –Rahimahullaah- dalam kitabnya Utsulu Tsalatsah atau tiga landasan utama mengatakan ;” Ketahuilah - semoga Allaah merahmatimu- bahwa kita wajib (mengetahui) empat perkara. Pertama : Ilmu, yaitu mengetahui Allaah, mengetahui Nabi-Nya, dan mengetahui Agama Islam dengan Dalil-dalil.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin –Rahimahullaah- memberi penjelasan kalimat diatas yaitu :
Mengetahui Allaah yaitu, mengetahui Allaah dengan hati, yang berkonsekuensi menerima apa yang di syari’atkan-Nya, patuh dan tunduk kepada-Nya, menentukan putusan dengan syari’at yang dibawa Nabi-Nya, Muhammad –Shallallaahu ‘alaihi wasallam- seorang hamba juga mencari tahu tentang Tuhan-Nya dengan cara merenungkan ayat-ayat Syar’iyyah yang terkadung dalam kitabullaah dan sunnah Nabi-Nya, juga dengan merenungkan ayat-ayat kauniyah (kebesaran Allaah yang ada dijagad ini ) yakni, segenap mahluk-Nya. Sebab setiap kali manusia merenungkan ayat-ayat tersebut, maka akan bertambah pengetahuannya tentang Sang Pencipta dan Dzat yang disembahNya.
Allaah Ta’ala berfirman :
“ Dan dibumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allaah bagi orang-orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” ( Adz-Dzariyat : 20-21)
Mengetahui Nabi-Nya, maksudnya mengetahui Rasul-Nya Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang berkonsekuensi menerima apa yang dibawanya, berupa petunjuk dan agama yang benar, mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi apa yang diperintahkannya, menjauhi apa yang dilarangnya, memutuskan perkara dengan syari’atnya, dan ridha dengan putusannya.
Allaah Ta’ala berfirman :
“ Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’ : 65)
Mengetahui Agama Islam yaitu, Islam dalam makna yang umum adalah beribadah kepada Allaah sesuai dengan yang di syari’atkannya, sejak Allaah mengutus para Rasul-Nya hingga terjadinya hari kiamat. Agama Islam adalah agama yang diterima disisi Allaah serta berguna bagi pemeluknya.
Allaah Ta’ala berfirman :
“ Sesungguhnya agama yang di ridhai di sisi Allaah hanyalah Islam” ( Ali Imran : 19)
“ Barangsiapa yang mencari agama selain agama islam maka tidak akan diterima daripadanya, dan diakhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” ( Ali Imran :85)
Untuk mengetahui ketiga hal diatas dibutuhkan dalil, dalil yaitu sesuatu yang menunjukkan pada apa yang dicari. Dan dalil-dalil untuk mengetahui hal tersebut (agama Islam) adalah bersifat sami’iyah dan ‘aqliyah. Sami’iyah adalah apa yang berdasarkan wahyu, yakni al-Kitab dan as-Sunnah, sedangkan ‘Aqliyah adalah apa yang berdasarkan penelitian dan renungan.
Ilmu yang diperintahkan untuk dicari dalam hal ini adalah ilmu Syar’I yaitu Firman Allaah, Sabda Rasulullaah, dan Atsar Salafusshalih.
Rasulullaah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
“ dunia itu terlaknat (tercela) dan dilaknat apa yang ada didalamnya kecuali mengingat Allaah dan apa yang diamalkannya, dan seorang yang berilmu atau belajar ilmu “ ( HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahihul Jami’ No. 3414)
Ilmu Syar’I adalah warisan Nabi, Al-Khatib Al-Bagdadi menyebutkan seorang Arab Badui yang melintas ketika Abdullaah bin Mas’ud mengajarkan hadis kepada para muridnya yang berkumpul disekelilingnya. Badui itu berkata, “untuk apa mereka berkumpul?” Ibnu Mas’ud menjawwab, “ Mereka berkumpul untuk bagi-bagi warisan Nabi.” ( Kayfa tatahammas fie Thalibil ‘ilm hal 37)
Sufyan Ats-Tsauri berkata,” Saya tidak mengetahui ada yang lebih mulia daripada mempelajari hadis kalau diniatkan karena Allaah.” (idem )
Ibnul Qayyim mengatakan tentang keutamaan ilmu, “ sesuatu yang paling utama yang diperoleh jiwa dan diwujudkan oleh hati, yang seorang hamba bisa meraih derajat tinggi didunia dan di akhirat adalah ilmu dan iman. Itulah sebabnya Allaah mensejajarkan keduanya dalam Firman-Nya :
“ Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), “ sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allaah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya.” (Ar-Ruum : 56)
“ Niscaya Allaah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Almujadilah :11)
Mereka adalah orang-orang yang paling utama dari yang ada dan yang paling berhak mendapat deraja tertinggi .-selesai nukilan-
Imam Ahmad berkata, “Tidak menunda-nunda untuk menuntut ilmu, kecuali orang bodoh.”
[3] Perintah Untuk Mengamalkan Ilmu
Belajar ilmu syar’i bukan merupakan tujuan puncak melainkan merupakan sarana untuk tujuan yang lebih besar yaitu meraih khasyah (rasa takut) kepada Allaah, merasa diawasi oleh-Nya dan takwa kepada-Nya. Oleh karena itu, semua orang yang belajar ilmu dengan tujuan bukan untuk mengamalkannya akan diharamkan baginya keberkahan ilmu, kemuliaan dan pahalanya yang agung.
Mengamalkan ilmu yaitu , mengamalkan dari konsekuensi dari mengetahui berupa iman kepada Allaah dan menjalankan ketaatan kita kepada-Nya , dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segenap larangan-Nya, baik berupa ibadah-ibadah khusus maupun ibadah-ibadah muta’adiyyah. Ibadah-ibadah khusus itu seperti shalat, puasa, dan haji, adapun ibadah-ibadah muta’adiyah adalah seperti ‘amar ma’ruf nahi munkar, jihad dijalan Allaah dan sejenisnya. (Syarah utsulu tsalatsah hal 18)
Ibnu Mas’ud berkata, “ belajarlah ilmu, apabila sudah tahu maka amalkanlah!”
Ibnul Qayyim menjelaskan tentang buah dan pengaruh dari mengamalkan ilmu. Beliau berkata ,” mengamalkan ilmu merupakan penyebab terbesar untuk menghafal dan menguatkannya. Tidak mengamalkan ilmu berarti menyia-nyiakan ilmu itu sendiri. Tidak ada yang bisa mengalirkan ilmu lebih besar daripada mengamalkannya. Dan tidak ada yang bisa mencabut ilmu dari seseorang yang lebih besar daripada meninggalkan pengamalannya. Allaah Ta’ala berfirman :
“ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allaah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allaah akan memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian. Dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya tersebut kamu dapat berjalan.” (Alhadid : 28)
Imam Hasan Al-Bashri berkata , “ sangat mengherankan lisan yang mengajak (orang kepada kebaikan), hati yang mengetahui (kebaikan), namun perbuatannya menyelisihinya (perkataan dan hatinya).
Ibnul Qayyim berkata, “ Para salaf tidak pernah memberikan nama fiqh kecuali kepada ilmu yang dibarengi dengan amal”
Ibrahim bin Adham berkata, “ kita pandai berbicara, namun bodoh dalam beramal.”
Perkataan Ibnul Qayyim yang cemerlang yaitu ungkapan beliau : ilmu itu memiliki enam tingkatan:
1.
Baik dalam bertanya
2.
Baik dalam mendengarkan
3.
Baik dalam memahaminya
4.
Menghafalnya
5.
Mengajarkannya
6.
Buahnya yaitu mengamalkannya dengan menjaga
batasan-batasannya. (102 kiat belajar agama membara hal 75)
[4] Mengajarkan Ilmu
Yaitu dakwah kepada apa yang dibawa oleh Rasulullaah yang berupa syari’at Allaah, sesuai dengan tiga atau empat tingkatan yang disebutkan Allaah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Firman-Nya,
“ Serulah manusia kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl : 125)
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim diantara mereka.”( Al-Ankabut : 46)
Dakwah tersebut harus berbekal pengetahuan yang jelas terhadap syari’at Allaah, sehingga dakwah tersebut berdasarkan ilmu dan bashirah (pengetahuan yang jelas dan dalam).
Allaah Ta’ala berfirman :
“ Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allaah dengan yakin, Maha Suci Allaah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik. “ (Yusuf : 108)
Ustadz Yazid Jawas- Hafizhahullaah- dalam salah satu ceramahnya yang berjudul “ Adab Penuntut Ilmu” menjelaskan tentang fawaid dari ayat diatas yaitu :
1.
Menunjukkan jalan dakwah yang Haq, yaitu yang sesuai
dengan apa yang diturunkan Allaah kepada Muhammad
2.
Mengajak manusia kejalan Allaah
3.
Mengajak manusia untuk ikhlas
4.
Bedakwah harus dengan landasan ilmu
5.
Berlepas diri (baro’) dari berbagai bentuk kemusyrikan
yang menodai hak-hak Allaah
6.
Kalimat “Ana wamanittaba’aniy” menunjukkan hujjah
terhadap manhaj salaf.
1.
Aqidahnya benar , selamat aqidahnya maksudnya seseorang
yang berdakwah harus meyakini kebenaran aqidah salaf tentang Tauhid Rububiyah,
Uluhiyyah, Asma dan Sifat serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan
iman
2.
Manhajnya benar , yaitu memahami Al-Qur’an dan sunnah
sesuai dengan femahaman salafusshalih. Mengikuti prinsip dan kaidah yang telah
ditetapkan ulama salaf.
3.
Beramal denagn benar, yaitu beramal semata-mata karena
ikhlas kepada Allaah dan dengan ittiba terhadap sunnah rasulullaah. ( Adab dan
Akhlaq Penuntut ilmu hal 49)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim : 6)
Selanjutnya mendakwahkan kepada saudara-saudara, tetangga, teman dan orang yang dekat :
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman, Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan"( Asy-Syu’araa : 214-216)
Dan media dakwah sangat banyak baik dengan pena yaitu melahirkan tulisan-tulisan bermanfaat dan buku-buku, atau dengan lisan seperti ceramah, membuat halaqah dan saling menasihati.
Dakwah dijalan Allaah merupakan hal yang sangat mulia, ketaatan yang besar dan ibadah yang agung kedudukannya disisi Allaah .
Allaah Ta’’ala Berfirman :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?"( Fushshilat : 33 )
[5] Bersabar dalam Berdakwah dan Menghadapi Celaan didalamnya.
Sabar adalah menahan hawa nafsu dalam keta’atan kepada Allaah, menhannya dari maksiat kepada Allaah, menahannya dari membenci takdir Allaah. Jadi nafsu tersebut dikekang dari kebencian, keluh kesah dan bosan. Sebaiknya ia senantiasa rajin berdakwah kepada agama Allaah dan tidak memperdulikan celaan dan orang yang menyakiti
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (Al-An’am : 34)
Semakin keras penganiayaan yang mereka rasakan semakin dekatlah datangnya pertolongan. Pertolongan tersebut tidak harus didapat ketika ia masih hidup, sehingga ia melihat hasil dari dakwah yang dilakukannya, namun boleh jadi pertolongan itu datang setelah ia meninggal dunia, dimana Allaah menjadikan hati segenap mahluk menerima apa yang ia dakwahkan, mengambil dan berpegang teguh dengannya. Hal ini merupakan pertolongan dari Da’I tersebut meskipun ia telah meninggal dunia. ( Syarah Utsulu tsalatsah hal 22)
Dalam salah satu ceramah Ustadz Nuzul Dzikri –hafizhahullaah- yang berjudul ikhlas, beliau menjelaskan tentang kitab kedua setelah Al-Qur’an yang banyak dibaca dan dipelajari, baik itu oleh orang yang sudah faham sunnah ataupun belum,, dan memang kitab tersebut dipelajari dimana-mana , dimushala kampus, di masjjid-masjid kampung dan diberbagai halaqah tanpa memandang golongan apapun. Kitab tersebut adalah Riyadusshalihin karya Imam An-Nawawi.
Para Ulama
mengatakan bolej jadi disebabkan keikhlasan Imam Nawawi dalam berdakwah
sehingga hasil karyanya dipelajari oleh jutaan manusia dari berbagai kalangan,
dan inilah buah dari dakwah , meskipun sang Da’I telah wafat, namun Allaah
jadikan dia hidup di hati kaum muslimin dengan lading pena dan amalnya.
Daftar Pustaka :
1.
Syarah Utsulu
Tsalatsah , Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin . Penerbit Darul Haq
2.
Adab dan Akhlaq
Penuntut Ilmu, Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Penerbit Pustaka At-Taqwa
3.
Alfawaid, Ibnul Qayyim
Aljauziyah, Penerbit Pustaka Al-Kautsar
4.
102 Kiat Agar Semangat
Belajar Agama Membara , Abul Qaqa Muhammad bin Shalih Alu Abdillah, Penerbit
Elba
5.
Tafsir As-Sa’di Jilid
VII, Syaikh Abdurrahman Bin Nashir as-Sa’di. Penerbit Darul Haq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar