Rabu, 27 Februari 2013

BOLEH JADI SESUATU YANG KITA BENCI ADALAH YANG TERBAIK



Ayat ini memiliki fa’idah yang sangat besar…

Allaah Ta’ala Berfirman :
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Qs Al-Baqarah : 216)

Ibnul Qayyim menjelaskan tentang kandungan ayat ini : “ didalam ayat ini terkandung beberapa hikmah, rahasia dan kemaslahatan bagi hamba. Jika hamba mengetahui sesuatu yang dibenci dapat mendatangkan sesuatu yang disenangi, dan sesuatu yang disenangi bisa mendatangkan sesuatu yang dibenci, berarti dia tidak bisa merasa aman dari mudharat yang datang dari sesuatu yang membuatnya senang, dan dia tidak putus asa untuk mendapatkan kesenangan yang datangnya dari mudharat. Sebab dia tidak tahu apa kesudahan yang datangnya dibelakang hari. Allaah lah yang mengetahuinya dan tidak seorangpun yang mengetahui selain Allaah, hal demikian menimbulkan beberapa konsekuensi :



[1] Mengikuti Perintah

Satu-satunya pilihan baginya adalah mengikuti perintah [yakni perintah Allaah dan Rasul-Nya], meskipun pada mulanya mungkin terasa berat. Sebab segala kesudahan pasti berbuah kebaikan, menyenangkan , kenikmatan dan keberuntungan. Sekalipun dirinya tidak mengetahui toh hal itu [perintah Allaah dan Rasul-Nya] baik bagi dirinya dan mengandung manfa’at.

Disamping itu tidak ada yang lebih mudharat selain dari melanggar larangan, sekalipun hatinya ada kecenderungan kepadanya, karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kehancuran dan bencana.

Pandangan orang yang bodoh lebih tertuju kepada permulaan hingga ke tujuan. Sedangkan pandangan orang yang pandai senantiasa terarah ke tujuan yang ada dibalik permulaannya, sehingga dia bisa melihat apa yang ada dibalik tabir itu, berupa tujuan-tujuan yang terpuji dan tercela. Tetapi yang demikian itu membutuhkan ilmu, yang dengan ilmu itu tujuan bisa diketahui, disamping dibutuhkan kekuatan kesabaran yang dapat menguatkan jiwa dalam menghadapi kesulitan ditengah jalan menghadapi tujuan.

[2] Pasrah kepada Allaah

Diantara hikmah ayat ini adalah mengharuskan hamba untuk pasrah kepada Allaah yang mengetahui kesudahan segala urusan, ridha terhadap pilihan dan Qadha-Nya, disertai permohonan untuk mendapat kesudahan yang baik.

Diantara implikasinya, dia tidak memaksakan suatu usulan kepada Allaah, tidak menentukan pilihan, tidak meminta sesuatu yang dia sendiri tidak mempunyai pengetahuan tentang apa yang dimintanya. Dia tidak membuat suatu pilihan dengan mendahului Allaah, tetapi dia memohon pilihan yang terbaik kepada-Nya dan memohon agar meridhai pilihan itu. Tidak ada yang lebih bermanfaat dari cara ini

[3] Membebaskan Hati dari berbagai macam pikiran

Yang demikian ini membuat dirinya merasa terbebas dari berbagai macam pikiran yang biasa menyertai pilihan, mengosongkan hati dari berbagai macam persangkaan yang biasanya muncul dikemudian hari atau pada sesekali waktu. Padahal apapun yang melintas dalam hatinya , tetap saja tidak lepas dari apa yang sudah ditakdirkan Allaah pada dirinya.

Andaikan dia ridha terhadap pilihan Allaah dan takdir-Nya maka dia menjadi orang terpuji, disyukuri dan disayangi. Jika tidak, sementara takdir juga tetap terjadi pada dirinya, maka dia menjadi orang tercela dan tidak disayangi.

Selagi kepasrahan dan keridhaannya benar , maka dia dikelilingi kasih sayang dan kelembutan Allaah, sehingga dia berada diantara keduanya. Kasih sayang Allaah membuatnya merasa terlindungi dari hal-hal yang harus diwaspadai, dan kelembutan Allaah membuatnya tidak peduli terhadap apa yang ditakdirkan atas dirinya.

(Fawa’idul-Fawaid “ Mendulang Fa’idah dari lautan ilmu” , Ibnul Qayyim Al-Jauziyah hal 115-116. Penerbit Pustaka Alkautar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar